Informasi dan Aktivitas Kader Kesehatan SOS RUCI Rutan Klas 1 Cipinang, Jakarta

Artikel

Difteri, Penyakit Mematikan yang Harus Diwaspadai

Tahun 2017, penyakit difteri menjadi ramai diperbincangkan masyarakat. Karena selama tahun tersebut, penyebaran wabah difteri sudah sedemikian meluas secara cepat di tanah air. Sehingga, pemerintah pun telah menyebut wabah tersebut sebagai kejadian Luar Biasa (KLB) karena menyebar di 142 kabupaten/kota di 28 Provinsi.

Hingga 25 Desember 2017, Kementerian Kesehatan sudah menemukan 907 kasus difteri di Indonesia. Dari jumlah itu 44 diantaranya meninggal. Difteri tidak hanya menyerang anak-anak, namun juga dewasa. Kalau sebelumnya pada umumnya difteri menyerang anak-balita, menurut Kemenkes untuk saat ini ditemukan pada kelompok umur 1 – 40 tahun. Rinciannya, 47 persen menyerang anak usia sekolah (5 – 14 tahun) dan 34 persen menyerang umur di atas 14 tahun.

Dalam skala global, kasus KLB difteri di Indonesia terhitung yang terbesar di dunia, utamanya di tahun 2017. Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan jumlah kasus difteri di Indonesia naik turun sejak 1980-an. Jumlah kasus penyakit tersebut meningkat sejak 2007 yakni 187 kasus, kemudian puncaknya terjadi pada 2012 lalu, yakni sebanyak 1.192 kasus. Setelah tahun 2012, jumlah kasus memang mengalami penurunan, namun angkanya masih tetap berada pada ratusan kasus.

Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ilham Oetama Marsis, untuk menangkal bakteri ganas tersebut, perlu dilakukan Outbreak Response Immunization (ORI), yaitu upaya pemberian imunisasi tambahan untuk meningkatkan kekebalan komunitas agar masyarakat terutama anak-anak yang tinggal di daerah ORI, terhindar dari penyakit difteri yang sangat menular itu.

Definisi

Difteri adalah infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium. Gejalanya berupa sakit tenggorokan, demam, dan terbentuknya lapisan di amandel dan tenggorokan. Dalam kasus yang parah, infeksi bisa menyebar ke organ tubuh lain seperti jantung dan sistem saraf. Beberapa pasien juga mengalami infeksi kulit. Bakteri penyebab penyakit ini menghasilkan racun yang berbahaya jika menyebar ke bagian tubuh lain.

Tanda-tanda

Walau bakteri difteri dapat menyerang jaringan apa saja pada tubuh, tanda-tanda yang paling menonjol adalah pada tenggorokan dan mulut.

Tanda-tanda dan gejala umum dari difteri adalah:
§  Tenggorokan dilapisi selaput tebal berwarna abu-abu
§  Radang tenggorokan dan serak
§  Pembengkakan kelenjar pada leher
§  Masalah pernapasan dan saat menelan
§  Cairan pada hidung
§  Demam dan menggigil
§  Batuk yang keras
§  Perasaan tidak nyaman
§  Perubahan pada penglihatan
§  Bicara yang melantur

Penyebab

Difteri disebabkan oleh Corynebacterium, yaitu bakteri yang menyebarkan penyakit melalui partikel di udara, benda pribadi, serta peralatan rumah tangga yang terkontaminasi.

Jika kita menghirup partikel udara dari batuk atau bersin orang yang terinfeksi, maka dapat terkena difteri. Cara ini sangat efektif untuk menyebarkan penyakit, terutama pada tempat yang ramai.

Penyebab lainnya adalah kontak dengan benda-benda pribadi yang terkontaminasi. Kita dapat terkena difteri dengan memegang tisu bekas orang yang terinfeksi, minum dari gelas yang belum dicuci, atau kontak sejenisnya dengan benda-benda yang membawa bakteri. Pada kasus yang langka, difteri menyebar pada peralatan rumah tangga yang digunakan bersama, seperti handuk atau mainan.

Menyentuh luka yang terinfeksi juga dapat membuat kita terekspos bakteri yang menyebabkan difteri.

Beberapa faktor yang meningkatkan risiko seseorang terkena difteri, yaitu:
§  Lokasi tempat tinggal
§  Tidak mendapat vaksinasi difteri terbaru
§  Memiliki gangguan sistem imun, seperti AIDS
§  Memiliki sistem imun lemah, misalnya anak-anak atau orang tua
§  Tinggal di kondisi yang padat penduduk atau tidak higienis

Diagnosis dan Pengobatan

Untuk mendiagnosis penyakit, biasanya akan melakukan pemeriksaan fisik untuk memeriksa adanya pembengkakan pada kelenjar limfa. Apabila terlihat lapisan abu-abu pada tenggorokan dan amandel, dapat menduga sudah terkena difteri.

Namun, metode paling aman untuk mendiagnosis difteri adalah dengan biopsi. Sampel jaringan yang terpengaruh akan diambil dan kemudian dikirim ke laboratorium untuk diperiksa, apakah memiliki bakteri difteri atau tidak.

Karena difteri adalah penyakit dengan kondisi penderita yang sangat serius, maka untuk pengobatan diperlukan penanganan segera. Pertama, akan diberikan suntikan antitoksin, untuk melawan racun yang dihasilkan oleh bakteri. Jika alergi terhadap antitoksin, pengobatan dapat disesuaikan.

Pada pasien dengan alergi, biasanya akan diberikan dosis antitoksin yang rendah dan meningkatkan kadar secara bertahap. Setelah itu, akan diberikan antibiotik untuk membantu mengatasi infeksi. Setelah diberikan obat-obatan tersebut, dapat rekomendasi dosis pendorong vaksin difteri setelah sehat, untuk membangun pertahanan terhadap bakteri difteri.

Pengobatan di Rumah

Yang perlu dilakukan saat terkena difteri, banyak istirahat di tempat tidur. Batasi aktivitas fisik apabila jantung terpengaruh. Dan mungkin diperlukan istirahat di tempat tidur selama beberapa minggu atau sampai pulih total. Sebaiknya menghindari penyebaran penyakit pada orang lain apabila terinfeksi.

Jika tidak diobati dengan tepat, difteri dapat mengakibatkan komplikasi yang berbahaya, dan bahkan bisa berujung dengan kematian. Beberapa komplikasi tersebut adalah:
§  Saluran napas yang tertutup
§  Kerusakan otot jantung (miokarditis)
§  Kerusakan saraf (polineuropati)
§  Kehilangan kemampuan bergerak (lumpuh)
§  Infeksi pary (gagal napas atau pneumonia)

Bagi beberapa orang, difteri bisa merenggut nyawa. Bahkan setelah diobati pun, 1 dari 10 penderita difteri biasanya meninggal dunia. Namun, jika tidak diobati, jumlah kematian bisa meningkat menjadi 1:2. Oleh karena itu, lakukan tindak pencegahan dan segera periksakan ke dokter saat gejala muncul.

Risiko meninggal dunia

Rentang waktu setelah kena diagnosa hingga meninggal dunia beragam. Ada yang 5 hari, ada juga yang satu minggu tergantung derajat keparahan. Semua yang meninggal rata-rata yang tidak diimunisasi atau imunisasi tak lengkap. Faktor lainnya, adalah terlambat dibawa ke RS, otak kurang oksigen meninggal atau kuman mengeluarkan racun sehingga menganggu fungsi jantung.

Oleh karenanya, kata dia, semakin cepat ditangani semakin besar kemungkinan selamat. Begitu diketahui selaput putih-putih di tenggorokan, dan di hidung dibawa ke RS diobati cara benar, umumnya selamat. Kalau terlambat umumnya meninggal atau terpaksa dibolongi lehernya untuk bisa bernafas.

Cara Mencegah Difteri

Cara terbaik mencegah difteri adalah dengan vaksin. Di Indonesia, vaksin difteri biasanya diberikan lewat imunisasi DPT (Difteri, Tetanus, Pertusis), sebanyak lima kali semenjak bayi berusia 2 bulan. Anak harus mendapat vaksinasi DTP lima kali pada usia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, 18 bulan, dan usia 4-6 tahun.

Untuk anak usia di atas 7 tahun diberikan vaksinasi Td atau Tdap. Vaksin Td/Tdap akan melindungi terhadap tetanus, difteri, dan pertusis harus diulang setiap 10 tahun sekali. Ini juga termasuk untuk orang dewasa.

***
Sumber: Diambil dari berbagi literatur

About SOS RUCI

0 Comments:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.